PERANAN INTERPRESTASI DAN PENALARAN HUKUM
DALAM RANGKA MENYELESAIKAN SUATU PERSELISIHAN
Disusun
Oleh:
NAMA : SAPTO PRANOTO
NIM : XXXXXXXXX
UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ PURWOKERTO
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Hukum sebagai
kaidah sosial, tidak berarti bahwa pergaulan antar manusia dalam masyarakat
hanya diatur oleh hukum. Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam masyarakat
selain dipedomani moral manusia itu sendiri, diatur pula oleh agama, oleh
kaidah-kaidah sosial, kesopanan, adat istiadat dan kaidah-kaidah sosial
lainnya. Antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya ini, terdapat hubungan
jalin menjalin yang erat, yang satu memperkuat yang lainnya. Adakalanya hukum
tidak sesuai atau serasi dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Latar Belakang
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Selain penalaran bagian dari
penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif akan kita ketahui pada makalah
ini serta bagaimana cara menarik simpulan dengan cara langsung dan tidak
langsung.
- RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian penalaran itu ?
2. Proposisi ?
3. Inferensi dan Implikasi ?
4. Apa yang dimaksud dengan berfikir
deduktif dan induktif ?
5. Peranan logika dalam hukum
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
penalaran dan Interprestasi ( penafsiran )
Pengertian
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan
proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Interprestasi
Dalam pengertian subyektif ,apabila
ditafsirkan seperti yang di kehendaki oleh pembuat undang-undang.Dalam
pengertian obyektif,apabila penafsiran lepas dari pada pendapat pembuat
undang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.Dalam pengertian
sempit(restriktif),yakni apabila dalil yang ditafsirkan di beri pengertian yang
sangat di batasi misalnya;Mata uang (pasal 1756 KUH Perdata)pengertian hanya
uang logam saja dan barang di artikan benda yang dapat dilihat dan di raba
saja.dalam pengertian luas (ekstensif),ialah apabila dalilyang di tafsirkan di
beri pengertian seluas-luasnya.Misalnya: Pasal 1756Perdata alinea ke-2 KUH
Perdata tentang mata uang juga diartikan uang kertas.Penafsiran secara tata bahasa
,yaitu suatu cara penafsiran undang-undang menurut arti perkataan (istilah)yang
terdapat dalam undang-undang yang bertitik tolak pada arti perkataan –perkataan
dalam hubunganya satu sama lain dalam kalimat kalimat yang yang di pakai dalam
undang-undang.dalam hal ini hakim wajib mencari arti kata-kata yang lazim di
pakai dalam bahasa sehari-hari yang umum,oleh karena itu di pergunakan kamus
bahasa atau meminta bantuan padapara ahli bahasa.
2.
Proposisi
Proposisi adalah istilah yang
digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini
berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau
dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai
hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah. Dalam ilmu logika, proposisi
mempunyai tiga unsur yakni:
a) Subyek, perkara yang disebutkan adalah terdiri
dari orang, benda, tempat, atau perkara.
b) Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam
subjek.
c) Kopula adalah kata yang
menghubungkan subjek dan predikat.
3. Inferensi
dan Implikasi
Inferensi
adalah tindakan atau proses yang berasal kesimpulan logis dari premis-premis
yang diketahui atau dianggap benar. Kesimpulan yang ditarik juga disebut
sebagai idiomatik. Hukum valid inference dipelajari dalam bidang logika.Inferensi
manusia (yaitu bagaimana manusia menarik kesimpulan) secara tradisional
dipelajari dalam bidang psikologi kognitif ; kecerdasan buatan para peneliti
mengembangkan sistem inferensi otomatis untuk meniru inferensi manusia.
inferensi statistik memungkinkan untuk kesimpulan dari data kuantitatif.
Contoh
Inferensi dan Inkoherensi :
tidak ada definisi inferensi
deduktif telah ditawarkan. definisi yang ditawarkan adalah untuk inferensi
INDUKTIF. Filsuf Yunani didefinisikan sejumlah silogisme , bagian tiga
kesimpulan yang benar, yang dapat digunakan sebagai blok bangunan untuk
penalaran yang lebih kompleks. Kita mulai dengan yang paling terkenal dari
mereka semua:
- Semua manusia fana
- Socrates adalah seorang pria
Oleh karena itu, Sokrates adalah fana
- Socrates adalah seorang pria
Oleh karena itu, Sokrates adalah fana
Pembaca dapat memeriksa bahwa tempat
dan kesimpulan yang benar, tetapi Logika berkaitan dengan inferensi: apakah
kebenaran kesimpulan mengikuti dari yang tempat?
Validitas
kesimpulan tergantung pada bentuk kesimpulan. Artinya, kata “berlaku” tidak
mengacu pada kebenaran atau kesimpulan tempat, melainkan dengan bentuk
kesimpulan. Inferensi dapat berlaku bahkan jika bagian yang palsu, dan dapat
tidak valid bahkan jika bagian-bagian yang benar. Tapi bentuk yang valid dengan
premis-premis yang benar akan selalu memiliki kesimpulan yang benar. Sebagai
contoh, perhatikan bentuk berikut symbological trek:
- Semua apel biru.
- Pisang adalah apel.
Oleh karena itu, pisang berwarna biru.
- Pisang adalah apel.
Oleh karena itu, pisang berwarna biru.
Pada dasarnya
implikasi bisa kita definisikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi atas
temuan hasil suatu penelitian. Akan tetapi secara bahasa memiliki arti sesuatu
yang telah tersimpul di dalamnya. Di dalam konteks penelitian sendiri,
implikasi bisa di lihat. Apabila dalam sebuah penelitian kita mempunyai
kesimpulan misalnya "A", "Manusia itu bernafas". Maka
"Manusia itu bernafas" yang kita sebut dengan implikasi penelitian.
Untuk contohnya, dalam hasil penelitian kita menemukan bahwa siswa yang di ajar
dengan metode "A" lebih kreatif serta memiliki skill yang lebih baik Dengan
demikian dengan menggunakan metode belajar "A" kita bisa mengharapkan
siswa menjadi lebih kreatif dan juga memiliki skill yang baik. Setelah itu
perlu juga untuk dihubungkan dengan konteks penelitian yang telah kita bangun.
Contohnya, sampelnya kelas berapa? seperti apa karakteristik sekolah? ada
berapa sampel? dan lain-lainnya. Nah, memang sudah seharusnya implikasi
penelitian di lakukan secara spesifik layaknya karakteristik di atas.
4. Berfikir
induktif dan deduktif
Induktif adalah
cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk
menentukan hukum yang umum (W.J.S.Poerwadarminta,2006).
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (Suriasumantri,2005).
Metode berpikir
induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan
evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir
yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.
Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi
yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dan
sebagainya.
deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian yang diturunkan dari pangkal- pikirnya.
deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian yang diturunkan dari pangkal- pikirnya.
·
SILOGISME
Silogisme merupakan suatu cara
penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan atau
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya
saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum
karena melanggar peraturan X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk
formal berikut:
a. Barang siapa melanggar peraturan X harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan X.
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
a. Barang siapa melanggar peraturan X harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan X.
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
a)
Silogisme
Kategorial
Silogisme Katagorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………M……………...P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)
Silogisme Katagorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………M……………...P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)
b)
Hukum-hukum
Silogisme Kategorial
1. Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan).
1. Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan).
Silogisme harus terdiri tiga term,
yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah (middle term), begitu juga jika
terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan konklusinya.
5. Pernan
logika dalam hukum
Logika hukum
adalah suatu jalan pemikiran tentang bagamana peraturan itu dibuat, dan
ditemukan dalam bentuk peraturan dan penemuan hukum.
Kelsen
memandang ilmu hukum adalah pengalaman logical suatu bahan di dalamnya sendiri
adalah logikal (Scholten, 2003:5). Ilmu hukum adalah semata-mata hanya ilmu
logikal. Ilmu hukium adalah bersifat logikal sistematikal dan historikal dan
juga sosiologikal (Scholten, 2003:7).
Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalan tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh pembuatan pernyataan (propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning. Dalam arti luas, logika hukum berhubungan dengan aspek psikologis yang dialami hakim dalam membuat suatu penalaran dan putusan hukum. Logika hukum dalam arti sempit, berhubungan dengan kajian logika terhadap suatu putusan hukum, yakni dengan melakukan penelaahan terhadap model argumentasi, ketepatan dan kesahihan alas an pendukung putusan (Munir Fuady).
Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalan tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh pembuatan pernyataan (propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning. Dalam arti luas, logika hukum berhubungan dengan aspek psikologis yang dialami hakim dalam membuat suatu penalaran dan putusan hukum. Logika hukum dalam arti sempit, berhubungan dengan kajian logika terhadap suatu putusan hukum, yakni dengan melakukan penelaahan terhadap model argumentasi, ketepatan dan kesahihan alas an pendukung putusan (Munir Fuady).
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Logika
hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan oleh setiap ahli
hukum, calon ahli hukum atau penegak hukum. Mempunyai kompetensi untuk
menerapkan atau pembentuk hukum selalu memperhatikan antara pertimbangan hukum
dan amar putusan. Melakukan perumpamaan selama melakukan proses olah pikir
dengan berargumentasi hukum akan memudahkan pemahaman.
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. dapat juga
dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan
hasil dari rangkaian pengertian. Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode
untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, dan psikologis
yang dialami hakim dalam membuat suatu penalaran dan putusan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar