Sabtu, 09 April 2016

CONTOH MAKALAH PRAKTEK PERSIDANGAN KASUS PIDANA dan PERDATA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar     
Daftar Isi      

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang    
B.    Rumusan Masalah    
C.    Tujuan      

BAB II PEMBAHASAN
A.   Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Pidana di PN    
B    Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Perdata di PN
C.   Lafadz Sumpah dalam Perkara Pidana dan Perdata   
 
BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan   
 
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan. Hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana. Proses penyelesaian perkara pidana tujuannya ialah agar pelanggar peraturan hukum atau pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya.

Dalam hidup, masing-masing orang kadang memiliki kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Adakalanya kepentingan mereka saling bertentangan, yang kadang menimbulkan sengketa, untuk menghindarkan gejala tersebut, mereka mencari jalan untuk mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau kaidah hukum yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Sehingga kepentingan anggota masyarakat lainya akan terjaga dan terlindungi, apabila kaidah hukum itu dilanggar, maka kepada yang bersangkutan akan diberikan sanksi atau hukuman. Yang dimaksud dengan kepentingan disini adalah hak-hak dan kewajiban perdata yang diatur dalam hukum perdata materiil atau lazim disebut sebagai hukum acara perdata.

Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang membuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Sedangkan pengertian Hukum Acara Perdata menurut para ahli, yaitu  menurut Sudikno Mertokusumo “Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim”.

Dengan demikian kedudukan hukum acara perdata amat penting, karena adanya hukum acara perdata, masyarakat merasa adanya kepastian hukum bahwa setiap orang berhak mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya dan setiap orang yang melakukan pelangaran terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian pada orang lain dapat dituntut melalui pengadilan Hukum acara perdata juga berfungsi untuk menegakan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya ketentuan hukum materiil dalam praktik melalui perantaraan peradilan  selain itu hukum acara perdata  yang berlaku saat ini sifatnya luwes, terbuka dan sederhana (tidak formalistis). Para hakim mendapat kesempatan yang seluas-luasnya  untuk mempergunakan hukum yang tidak tertulis disamping juga hukum yang tertulis sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Dengan hukum acara perdata diharapkan akan tercipta ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat.

B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Pidana ?
2.    Bagaimana Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Perdata ?

C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui tata cara praktek persidangan perkara pidana.
2.    Untuk mengetahui tata cara praktek persidangan perkara perdata.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri

Adapun personil yang mempunyai peran dalam proses persidangan perkara pidana adalah :
1.      Majelis Hakim (MH)
2.      Jaksa Penuntut Umum (JPU)
3.      Penasehat Hukum (PH)
4.      Panitera Pengganti (PP)
5.      Terdakwa

Selain personil tersebut diatas ada jugapetugas yang mendukung kelancaran jalannya suatu persidangan .petugas dimaksud adalah :
a.       Juru Sumpah (JS)
b.      Juru Panggil
c.       Petugas Pengawalan
d.      Petugas keamanan

I.    SIDANG PERTAMA
 
Sidang ditetapkan oleh  Majelis Hakim dan dibuka dengan cara sebagai berikut :

A.     Majelis Hakim memasuki ruang sidang
  1. Yang  pertama sekali memasuki ruang sidang adalah: panitera pengganti.jaksa penuntut umum, dan penasehat hukum serta pengunjung, masing-masing duduk di tempat yang telah ditempatkan;
  2. Pejabat yang bertugas sebagai protocol (biasanya dilakukan oleh PP) mengumumkan bahwa  Majelis Hakim  akan memasuki ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri”,termasuk JPU dan PH;
  3. Majelis Hakim memasuki ruang sidang dengan melalui pintu khusus, yang terdepan Hakim ketua dan diikuti Hakim anggota I (senior) dan Hakim anggota II (yunior);
  4.  Majelis Hakim duduk di tempatnya masing-masing degan posisi : Hakim ketua di tengah dan Hakim anggota I berada di sebelah kanan dan Hakim anggota II di sebelah kiri, hadirin dipersilahkan duduk kembali oleh protocol;
  5.  Hakim ketua membuka sidang dengan kata-kata “sidang pengadilan negeri……..yang memeriksa perkara pidana nomor……..atas nama terdakwa…….pada hari…tanggal….dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum”, sambil mengetuk palu sebanyak 3x.

B.     PemanggilanTerdakwa Masuk ke Ruang Sidang
  1.  Hakim ketua bertanya ke JPU :”apakah terdakwa siap untuk dihadirkan pada sidang hari ini ?”. jika JPU tidak bisa menghadirkan terdakwa maka Hakim harus menunda persidangan pada waktu yang ditentukandengan perintah kepada JPU untuk menghadirkan terdkakwa pada sidang berikutnya;
  2.  Jika JPU siap untuk menghadirkan terdakwa, maka Hakim ketua memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masukke ruang sidang;
  3.  JPU memerintahkan pada petugas agar terdakwa dibawa masuk ke ruang sidang;
  4.  Petugas membawa terdakwa masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan duduk di kursi pemeriksaan. Jika terdakwa tersebut ditahan , biasanya dari ruang tahanan pengadilan hingga keruang sidang terdakwa dikawal oleh beberapa petugas . sekalipun demeikian ,terdakwa harus diperhadapkan dalam keadaan bebas, artinya tidak perlu diborgol;
  5.  Setelah terdakwa duduk di kursi pemeriksaan, Hakim ketua mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
  •  Apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa ?
  • Menanyakan identitas terdakwa: nama, umur, alamat,dll.
6.      Hakim selanjutnya bertanya : apakah didampingi PH ?

a. Jika terdakwa didampingi PH, maka Hakim menegaskan hak terdakwa untuk didampingi PH dengan memberi kesempatan kepada terdakwa untuk mengambil sikap sebagai berikut :
-   Maju sendiri (tanpa didampingi PH
-  Mengajukan permohonan pada pengadilan agar ditunjukkan PH untuk   mendampingi secara cumc-Cuma;
-   Meminta waktu kepada meajelis untuk mencari PH sendiri;

b.      Jika terdakwa didampingi PH,maka proses selanjutnya adalah:
  1. Hakim menanyakan kepada PH apakh benar dalam sidang ini ia bertindak sebagai PH terdakwa sekaligus meminta kepada PH untuk menunjukkan memperlihatkan kartu advokatnya dan menunjukkan surat kuasa khusus;
  2. Setelah Hakim memriksa kartu advokat dan surat kuasa, selanjutnya memperlihatkan kepada Hakim anggota yang sebelah kanan kemudaian Hakim yang sebelah kiri,baru kemudian pada JPU.
C.     Pembacaan Surat Dakwaan
1.      Hakim ketua mempersilahkan kepada JPU untuk membacakan surat dakwaan dan meminta kepada terdakwa untuk mendengarkan dengan seksama.
2.      JPU membacakan surat dakwaan dengan 2 cara : (1)   Duduk , (2) berdiri. Jika surat dakwaannya panjang maka pembacaannya dapat digilir sesama JPU
3.      Selanjutnya Hakim Ketua menanyakan kepada terdakwa :”apakah ia sudah paham /mengerti tentang apa yang didakwakan ? apabila terdakwa tidak mengerti , maka JPU atas permintaan Hkim ketua,wajib memberi penjelasan seperlunya.

D.     Pengajuan Eksepsi (keberatan) 
  1.  Hakim ketua menanyakan pada terdakwa atau Phnya, apakah akan mengajukan tanggapan atau keberatan atas surat dakwaan JPU.
  2.  Pertama-tama Hakim bertanya pada terdakwa dan memberi kesempatan untuk menangapi , selanjutnya kesempata kedua diberikan kepada Phnya.
  3.   Apabila terdakwa/Phnya tidak  mengajukan eksepsi ,maka persidangan dilanjutkan pada tahap pembuktian.
  4. Apabila terdakwa/Phnya akan mengajukan eksepsi,maka Hakim bertanya kepada terdakwa/Phnya,apakah telah siap untuk membacakan eksepsi.
  5. Apabila terdakwa/PH telah siap , maka Hakim ketua menyatakan sidang ditunda untuk memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan eksepsi pada hari sidang berikutnya.
  6. Apabila terdakwa/PH telah siap membacaka eksepsi, maka Hakim ketua mempersilahkan pada terdakwa/ PH untuk membacakan eksepsinya, dan eksepsi ini bisa diajukan lisan maupun tertulis.
  7.  Jika eksepsi secara tertulis, mka setelah dibacakan eksepsi tersebut diserahkan kepada Hakim dan salinannya diberikan kepada JPU. Tata cara membacanya sama dengan waktu JPU membacakan surat dakwaa. Eksepsi ini dapat juga diajukan oleh terdakwa sendiri atau kedua-duanya bersama-sama mengajukan eksepsi,dan biasa juga terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada PH.
  8.  Apabila kedua-duanya mengajukan eksepsi, maka kesempatan pertama diberikan kepada terdakwa lebih dahulu,setelah itu PH nya.
  9.  Setelah pembacaan eksepsi dan terdakwa/PH, hakim ketua memberi kesempatan pada JPU untuk mengajukan tanggapan atas eksepsi pada sidang berikutnya.
  10. Atas eksepsi beserta tanggapan tersebut, selanjutnya hakim ketua meminta waktu untuk mempertimbangkan dan menyusun “putusan sela”.
  11. Apabila majelis hakim berpendaat bahwa pertimbangan untuk memutuskan permohonan eksepsi tersebut mudah/sederhana, maka sidang dapat diskors selama beberapa menit untuk menentukan putusan sela.
  12.  Tata cara skorsing sidang ada 2 macam :
 Cara I : majelis hakim meninggalkan ruang sidang untuk membahas/mempertimbangkan putusan di ruang hakim , sedangakan JPU , terdakwa/PH serta seluruh hadirin tetap tinggal di tempat;
Cara II : hakim ketua mempersilahkan semua yang hadir supaya keluar dari ruang sidang selanjutnya petugas menutup ruang sidang dan majelis hakim merundingkan putusan sela dalam ruang sidang(cara ini paling sering dipakai).

   13.   Apabila majelis hakim berpendapat bahwa memerlukan waktu yang agak lama dalam mempertimbangkan putusan sela tersebut, maka sidang dapat ditunda dan dibacakan padahari  sidang berikutnya.

E.      Pembacaan/pengucapan putusan sela
1.      Setelah hakim mecabut skorsing atau membuka sidang kembali dengan ketukan palu 1x, hakim ketua menjelaskan pada para pihak yang hadir dipersidanganbahwa acara selanjutnya dalah pembacaan atau pengucapan putusan sela.

2.      Tata caranya adalah :putusan sela tersebut diucapkan/dibacakan oleh hakim ketua sambil duduk dikursinya. Apabila naskah putusan sela tersebut panjang, tidak menutup kemungkinan putusan sela tersebut dibacakan secara bergantian dengan hakim anggota. Pembacaan amar putusan di akhiri dengan ketukan palu 1x.

3.      Secara garis besar ada 3 kemungkinan isi putusan sela:

a. Eksepsi terdakwa/PH ditolak, sehingga pemeriksaan terhadap terdakwa tersebut harus dilanjutkan;
b.Eksepsi terdakwa/PH diterima, sehingga pemeriksaan terhadap perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan (harus dihentikan);
c.Eksepsi terdakwa/PH baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, sehingga sidang harus dilanjutkan.

4.      Setelah putusan sela diucapkan atau dibacakan, hakim ketua menjelaskan seperlunya mengenai garis besar isi putusan sela sekaligus menyampaikan hak JPU, terdakwa/PH untuk mengambil sikap menerima putusan tersebut atau menyatakan perlawanan.

II.        SIDANG PEMBUKTIAN 
 
Sebelum memasuki acara pembuktian , hakim ketua mempersilahkan terdakwa supaya duduknya berpindah dari kursi pemeriksaan ke kursi terdakwa yang berada di samping  kanan kursi PH.selanjutnya, procedure dan tata cara pembuktian adalah sebagai berikut:

A.     Pembuktian Oleh Jaksa Penuntut Umum
 
1.      Pengajuan saksi yang memberatkan (saksi a charge)
  •   Hakim ketua bertanya kepada JPU apakah telah siap menghadirkan saksi-saksi pada sidang hari ini ?
  • Apabila JPU telah siap, maka hakim segera memerintahkan kepada JPU untuk menghadirkan saksi seorang demi seorang ke dalam ruang sidang
  •  Saksi yang pertama kali diperiksa adalah”saksi korban”. Dan setelah itu baru saksi yang lain yang dipandang relevan dengan tujuan pembuktian mengenai tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa, baik saksi yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara maupun saksi tambahan yang diminta oleh JPU selama sidang berlangsung
  •  Tata cara pemeriksaan saksi:
  1. JPU menyebutkan nama saksi yang akan diperiksa
  2.  Petugas membawa saksi masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan saksi untuk duduk di kursi pemeriksaan.
  3. Hakim ketua bertanya kepada saksi tentang :
  • Identitas saksi )nama, umur, alamat , pekerjaan , agama, dll);
  • Apakah saksi kenal dengan terdakwa(apabila perlu hakim meminta kepada saksi untuk mengamati wajah terdakwa dengan seksama guna memastikan jawabannya;
  •  Apabila saksi mempunyai hubungan darah (sampai derajat berapa) dengan terdakwa, apakah saksi memiliki hubungan suami/istri dengan terdakwa,atau apakh saksi terikat hubungan kerja dengan terdakwa.
4.  Apabila perlu hakim dapat pula bertanya apakah saksi sekarang dalam keadaan sehat wal afiat dan siap diperiksa sebagai saksi.

5. Hakim ketua meminta kepada saksi untuk besedia mengucapkan sumpah/janji  sesuai dengan keyakinannya.

6. Saksi mengucapkan sumpah menurut agama/keyakinannya dipandu oleh hakim dan pelaksanaan sumpah dibantu oleh juru sumpah.

7.      Tata cara pelaksanaan sumpah yang lazim dipergunakan di PN yaitu :
  •  Saksi dipersilahkan berdiri agak ke depan;
  • Untuk saksi yang beragama islam , cukup berdiri tegap  saat melafalkan sumpah ,dan petugas berdiri di belakangnya sambil mengangkat al qur’an di atas kepala saksi.untuk saksi yang beragam kristen /katolik petugas membawakan injil(akitab) di sebelah kiri saksi, pada saat saksi melafalkan sumpah tangan kiri saksi diletakkan diatas alkitab dan tangan kanan saksi dan jari tengah dan jari telunjuk membentuk huruf v (victoria) untuk yang beragama kristen atau mengacungkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis untuk yang beragama katolik . sedangkan untuk agama lainnya menyesuaikan ;
  •   Hakim meminta agar saksi megikuti kata-kata yang dilafalkan oleh hakim;
  •   Lafal sumpah saksi :”saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya
  •   Untuk dsksi yang beragama islam ,lafal sumpah diawali dengan ucapan :”wallahi….atau demi Allah ….”,untuk saksi ynag beragama katolik/kristen protestan lafal sumpah diakhiri dengan ucapan :”semoga tuhan menolong saya”. Untuk saksi yang beragama hindu lafal sumpah diawali dengan ucapan :”om atah parama wisesa…”. Untuk saksi yang beragama buddha lafal sumpah diawali dengan lafal :”demi sang hyang adi budha…..”.

8.      Hakim ketua mempersilahkan duduk kembali dan mengingatkan bahwa saksi harus memberi keternagan yang sebenarnya , sesuai dengan apa yang dialaminya , apa yang dilihatnya , atau apa yang didengarnya sendiri .jika perlu hakim juga dapat mengingatkan bahwa apabila saksi tidak mengatakan yang sesungguhnya , ia dapat dituntut karena sumpah palsu. Hakim ketu mulai memeriksa saksi dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa.

9.      Setelah hakim kutua selesai mengajukan pertanyaan pada saksi, hakim anggota, JPU, terdakwa/PH juga diberi kesenmpata untuk  mengajukn pertanyaan pada saksi.

10.  Pertanyaan ang diajukan kepada saksi diarahkan untuk menangkap fakta yang sebenarnya , sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • Materi pertanyaan diarahkan untuk pembuktian unsur-unsur perbuatan yang didakwakan;
  • Pertanyaan harus relevan dan tidak berbelit-belit, bahasa dan penyampaiannya harus dipahami oleh saksi;
  •  Pertanyaan tidak boleh bersifat menjerat atau menjebak saksi;
  •   Pertanyaan idak boleh bersifat peng kualifikasian delik;
  •  Hindari pertanyaan yang bersifat pengulangandari pertanyaan yang sudah di tanyakan, kecuali hal tersebut ditujukan dalam rangka memberi penekanan pada suatu fakta tertentu atau penegasan terhadap keterangan yang bersifat ragu-ragu. Hal tersebut di atas pada dasarnya bersifat sangat merugikan terdakwa atau pemeriksaan itu sendiri, sehinga pabila dalam pemeriksaan saksi hal tersebutterjadi maka pihak yang mengetahui dan merasa dirugikan atau merasa keberatan dapat mengajukan keberatan/interupsi pada hakim ketua dengan menyebutkan alasannya . sebagai contoh pertanyaan JPU bersifat menjerat terdakwa , maka PH dapat protes dengan kata-katanya kira-kira sbb :”interupsi ketua majelis ….pertanyaan JPU menjerat saksi”. Satu contoh lagi ,jika pertanyaan PH berbelit-belit maka JPU dapat mengajukan protes , misalnya dengan kata-kata :”keberatan ketua majelis ….pertanyaanPH membingungkan saksi”. Atas keberatan atau interupsi tersebut hakim ketua langsung menanggapi dengan menetapkan bahwa interupsi/keberatan ditolak atau diterima. Apabila interupsi ditolak maka pihak yang sedang mengajukan pertanyaan dipersilahkan untuk melanjutkan pertanyaannnya , sebaliknya jika ditolak maka pihak yang menhgajukan pertanyaan diminta untuk mengajukan pertanyaan lain.

11.   Selama memeriksa saksi hakim dapat menunjukkan barang bukti pada saksi guna memastikan kebenaran yang berkaitan dengan barang bukti tersebut.

12.  Setiap kali saksi selesai memberikan keterangan , hakim ketua menanyakan kepada terdakwa , bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut ?
  • Setelah pemeriksaan terhadap satu saksi selesai ,hakim ketua mempersilahkan duduk saksi tersebut  untuk duduk di kursi saksi  yang terletk di belakang kursi pemeriksaan ;
  • Selanjutnya hakim ketua bertanya kepada JPU, apakah masih ada saksi yang akan diajukan pada sidang hari ini. Demikian dan seterusnya hingga  JPU mengatakan tidak ada lagi saksi yang akan diajukan ;
  • Apabila ada saksi karena halangan yang sah tidak dapat dihadirkan dalam persidangan maka keterangan yang telah diberikan pada saat penyidikan sebagaimana tercatat dalam BaP dibacakan .dalam hal ini yang bertugas membacakan berita acara tersebut adalaha hakim ketua, namun seringkali hakimketua meminta agar JPU yang membacakan

2.      Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung argumentasi JPU.

a.       Hakim ketua menanyakan apakah JPU masih akan mengajukan alat bukti bukti lainnya seperti:  keterangan ahli dan surat serta tambahan barang bukti yang ditemukan selama proses persidangan 

b.      Apabila JPU mengatakan masih, maka tata cara pengajuan bukti-bukti tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Tata cara pengajuan saksi ahli sama seperti tata cara pengajuan saksi lainnya . perbedaannya yaitu keterangan yang diberikan oleh ahli adalah pendapatnya terhadap suatu kebenaran sesuai dengan pengetahuan atau bidang keahliannya , sehingga lafal sumpahnya disesuaikan menjadi : “ saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memberikan pendapat soal-soal yang dikemukakan menurut pengetahuan saya sebaik-baiknya”.

2.      Tata cara pengajuan alat bukti surat( hasil pemeriksaan laboratorium criminal, visum e repertum dll) adalah : JPU maju kedepan dan menunjukkan alat bukti surat yang diajukan pada mejelis hakim . hakim ketua dapat memanggil terdakwa atau PH untuk maju kedepan supaya  dapat menyaksikan alat bukti surat yang diajukan .

3.      Tata cara pengajuan alat bukti , JPU pada petugas untuk membawa masuk barang buti ke ruang sidang . apabila barang bukti tersebut bentuknya tidak besar dan tidak berat (uang pistol,pakaian dll), dapat langsung diletakan di meja hakim jika bentuknya besar namun bisa dibawa masuk ke ruang sidang (misalnya sepeda),cukup diletakkan di lantai ruang sidang saja. Jika bentuknya besar dan tidak bisa dibawa masuk ke ruang sidang (misalnya mobil),majelis hakim diikuti JPU, terdakwa/PH harus keluar dari ruang sidang untuk memeriksabarang bukti tersebut. Demikian juga mengenai barang bukti yang karna sifat dan jumlahnya tidak dapat seluruhnya diajukan, maka cukup diajukan samplenya saja.

c.       Apabila JPU mengatakan bahwa semua bukti-bukti telah diajukan, maka hakim ketua memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan bukti-bukti.

B.     Pembuktian Oleh Terdakwa/ Penasihat Hukum
 
1.      Pengajuan saksi yang meringankan terdakwa( saksi a de charge) :
  • Hakim ketua bertanya kepada terdakwa/PH apakah ia akan mengajukan saksi yang menguntungkan/meringankan (a de charge);
  • Jika terdakwa/PH tidak akan mengajukan saksi ataupun bukti lainnya,maka ketua majelis menetapkan bahwa sidang akan dilanjutkan pada acara pengajuan tuntutan oleh JPU;
  •  Apabila terdakwa/PH akan dan telah siap mengajukan saksi yang meringankan, maka hakim ketua segera memerintahkan agar saksi di bawaah masuk ke ruang sidang untuk diperiksa;
  •  Selanjutnya tata cara pemeriksaan saksi A de charge sama dengan pemeriksaan saksi A charge, dengan titik berat pada pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada pengungkapan fakta yang bersifatmembalik/melemahkan dakwaan JPU atau setidaknya meingankan terdakwa.

2.      Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung argumentasi terdakwa/PH
  •   Hakim ketua menanyakan apakah terdakwa/PH masih akan mengajukan bukti-bukti lainnya seperti : keterangan ahli dan surat serta tambahan barang bukti yang ditemukan selama proses persidangan;
  • Apabila terdakwa/PH menyatakan masih , maka tata cara pengajuan bukti tersebut sama dengan cara pengajuan oleh JPU;
  •  Apabila terdakwa/PH mengatakan bahwa semua bukti-bukti telah diajukan, maka hakim ketua menyatakan bahwa acara sidang selanjutnya adalah pemeriksaan pada terdakwa.

C.     Pemeriksaan Pada Terdakwa
  1.  Hakim ketua mempersilahkan kepada terdakwa untuk duduk di kursi pemeriksaan.
  2.  Terdakwa berpindah dari kursi terdakwa ke kursi pemeriksaan.
  3.  Hakim bertanya kepada terdakwa :”apakah terdakwa dalam keadaan sehatdan siap untuk diperiksa”.
  4.   Hakim mengingatkan pada terdakwa untuk menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan tidak berbelit-belit sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan.
  5.  Hakim ketua mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada terdakwa diikuti oleh hakim anggota, JPU dan PH. Majelis hakim dapat menunjukkan segala jenis barangbukti dan menanyakan pada terdakwa apakah ia mengenal benda tersebut. Jika perlu hakim juga dapat menunjukkan surat-surat atau gambar/photo hasil rekonstruksi yang dilampirkan pada BAP pada terdakwa untuk meyakinkan jawaban atas pertanyaan hakim atau untuk menegaskan suatu fakta.
  6.   Selanjutnya tata cara pemeriksaan pada terdakwa sama pada tata cara pemeriksaan saksi kecuali dalam hal sumpah.
  7.  Apabila terdakwanya lebih dari satu dan diperiksa bersama-sama dalam suatu perkara, maka pemeriksaannya dilakukan satu persatu dan bergiliran . apabila terdapat ketidaksesuaian jawaban diantara para terdakwa, maka hakim dapat meng-cross-check-kan antara jawaban terdakwa yang satu dengan terdakwa lainnya.
  8.   Setelah terdakwa (para terdakwa) selesai diperiksa maka hakim ketua menyatakan bahwa seluruh rangkaian sidang pembuktian telah selesai dan selanjutnya hakim ketua memberi kesempata kepada JPU untuk mempersiappkan surat tuntutan (requisitoir) unyuk diajukan pada hari sidang berikutnya.

III.   SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN, PEMBELAAN DAN TANGGAPAN-TANGGAPAN

A.     Pembacaan Tuntutan (requisitoir)
  1.  Setelah membuka sidang, hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adalah pengajuan tuntutan. Selanjutnya hakim ketua bertanyapada JPU apakah telah siap mengajukan tuntutan pada sidang hari ini.
  2. Apakah JPU sudah siap mengajukan tuntutan, maka hakim ketua mempersilahkan pada JPU untuk mengajukan/ membacakan tuntutannya. Sebelum tuntutan dibacakan, maka hakim ketua meminta kepada terdakwa agar menyimak dengan baik isi tuntutan.
  3.   JPU membacakan tuntutan. Tata cara pembacaan tuntutan sama dengan tata cara pembacaan dakwaan.
  4. Setelah selesai membacakan tuntutan, JPU menyerahkan naskah tuntutan (asli) pada hakim ketua dan salinannya pada terdakwa/PH.
  5.  Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa paham dengan isi tuntutan yang telah dibacakan oleh JPU tadi. Jika perlu, hakim ketua menjelaskan sedikit inti dari tuntutan tersebut,terutama yang berkaitan dengan kesalahan terdakwa dan hukuman yang dituntutkan oleh JPU.
  6.  Hakim ketua bertanya pada terdakwa/PH, apakah akan mengajukan pembelaan (pledoi).
  7.  Apabila terdakwa/PH menyatakan akan mengajukan pembelaan maka hakim ketua memberikan kesempatan pada terdakwa/ PH untuk mempersiapkan pledoi.

B.     Pengajuan/Pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) 
  1. Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah akan mengajukan pembelaan. Jika terdakwa akan mengajukan pledoi terhadap dirinya, maka hakim menanyakan kepada terdakwa apakah akan mengajukan sendiri pembelaannya atau menyerahkan sepenuhnya kepada PH nya.
  2.  Jika terdakwa mengajukan sendiri pembelaannya, maka pertama-tama yang diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan adalah terdakwa. Sebelumnya hakim ketua menanyakan pada terdakwa apakah akan mengajukan secara lisan atau tulisan.
  3.   Terdakwa mengajukan pembelaan :
  •  Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan, maka pada umumnya terdakwa mengajukan pembelaannya sambil tetap duduk di kursi pemeriksaan dan isi pembelaan tersebut selain dicatat oleh panitera dalam berita acara pemeriksaan, juga dicatat oleh pihak yang bekepentingan termasuk hakim.
  • Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara tertulis, maka hakim dapat meminta agar terdakwa membacakan pembelaannya sambil berdiri di depan kursi pemeriksaan dan setelah selesai dibaca nota pembelaan diserahkan pada hakim.
 4.  Setelah terdakwa membacakan pembelaannya atau jika terdakwa  telah menyerahkan sepenuhnya kepada PH, maka hakim ketua bertanya kepada PH , apakah telah siap dengan nota pembelaannya.

5.     Apabila PH telah siap dengan pembelaan, maka hakim ketua segera mempersilahkan PH untuk membacakan pembelaannya. Adapun tata cara pembacaan pembelaan oleh PH sama dengan pengajuan eksepsi.

6.     Setelah pembacaan nota pembelaan selesai , maka naskah nota pembelaan (asli) diserahkan pada hakim ketua,dan salinannya diserahkan pada JPU dan terdakwa.

7.     Selanjutnya hakim ketua bertanya kepada JPU apakah ia akan mengajukan tanggapan terhadap pembelaan terdakwa/PH (replik).

8.     Apabila JPU akan menanggapi pembelaan terdakwa/PH, maka hakim ketua memberi kesempatan pada JPU untuk mengajukan replik.

C.     Pengajuan/Pembacaan Tanggapan-tanggapan (replik dan duplik)
  1. Apabila JPU telah siap dengan repliknya , maka hakim ketua segera mempersilahkan JPU untuk membacakannya.
  2. Tata cara pembacaan replik sama dengan pembacaan requisitoir.
  3. Setelah replik diajukan/dibacakan oleh JPU maka hakim ketua memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan duplik.
  4.  Apabila terdakwa/PH telah siap dengan dupliknya, maka hakim ketua mempersilahkannya untuk membacakan.
  5.  Tata cara pembacaan duplik sama dengan pembacaan pembelaan.
  6.  Jika acara tersebut di atas telah selesai, maka hakim ketua sidang bertanya pada para pihak yang hadir dalam persidangan tersebut, apakah ada hal-hal yang akan diajukan dalam pemeriksaan. Apabila JPU,terdakwa/PH menganggap telah cukup, maka hakim ketua menyatakan bahwa “pemeriksaan dinyatakan ditutup”.
  7. Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang selanjutnya adalah pembacaan putusan, oleh sebab itu guna mempersiapkan konsep putusannya hakim meminta agar sidang ditunda untuk beberapa waktu.

IV.     SIDANG PEMBACAAN  PUTUSAN
 
Sebelum menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan berdasarkan atas surat dakwaan, segala sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana, pembelaan, dan tanggapan-tanggapan (replik-duplik). Apabila perkara ditangani oleh majelis hakim, maka dasar-dasar pertimbangan tersebut harus dimusyawarahkan oleh majelis hakim. Setelah naskah putusan siap dibacakan, maka langkah selanjutnya adalah :
  1. Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adallah pembacaaan putusan. Sebelum putusan dibacakan oleh hakim ketua meminta agar para pihak yang hadir memperhatikan isi putusannya dengan seksama;
  2. Hakim ketua muai membacakan putusan. Tata cara pembacaan putusan sama dengan tata cara pembacaan putusan sela. Apabila naskah putusan panjang maka hakim anggota  dapat menggantikan secara bergantian;
  3. Pada saat hakim akan membaca/mengucapkan amar putusan (sebeum mulai membaca kata” mengadii….”) maka hakim ketua memerintahkan kepada terdakwa untuk berdiri di tempat;
  4. Setelah amar putusan dibacakan seluruhnya , hakim ketua mengetukkan palu 1x dan mempersilahkan terdakwa untuk duduk kembali;
  5.  Hakim ketua memjelaskan secara singkat isi putusannya terutama yang berkaitan dengan dengan amar putusannya hingga terdakwa mengerti terhadap putusan yang dijatuhkan terhadapnya;
  6. Hakim ketua menjelaskan hak-hak para pijak terhadap putusan tersebut. Selanjutnya hakim ketua menawarkan  pada terdakwa untuk menentukan sikapnya, apakah akan menyatakan siap menerima putusan tersebut, menyatakan menerima dan akan mengajukan grasi, menyatakan naik banding atau berpikir-pikir. Dalam hal ini terdakwa dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan PH nya atau terdakwa mempercayakan haknya kepada PH. Hal yang sama jua ditawarkan kepada JPU. Jika terdakwa/PH menyatakan sikap menerima , maka hakim ketua memerintahkan agar terdakwa menandatangani berita acara menerima pernyataan menerima putusan yang yang teah disiapkan oleh PP. jika terdakwa mengajukan banding , maka terdakwa diminta agar segera menandatangani akta permohonan banding (dapat dikuasakan kepada PH ). Jika terdakwa/PH menyatakan pikir-pikir dulu ,maka hakim ketua menjelaskan bahwa masa pikir-pikir diberikan selam 7 hari, apabila setelah 7 hari terdakwa tidak menyataka sikap, maka terdakwa dianggap menerima putusan. Hal ini juga sama juga dilakukan terhadap JPU;
  7.  Apabila tidak ada hal-hal yang akan disampaikanlagi, maka hakim ketua menyatakan bahwa seuruh rangkaian acara persidangan perkara pidana yang bersangkutan telah selesai dan menyatakan sidang ditutup. Tata caranya adlah : setelah mengucapkan kata-kata “ ……sidang dinyatakan ditutup” maka hakim ketua mengetukkan palu 3x;
  8. Pejabat yang bertugas sebagai p[rotokol mengumumkan bahwa hakim/majelis hakim akan meninggalkan ruang sidang, dengan kata-kata kurang lebih “ hakim/majelis hakim akan meningalkan ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri;
  9.  Semua yang hadir dalam sidan tersebut , termasuk PH dan JPU turut berdiri;
  10. Hakim/majelis hakimmeningalkan ruang sidang dengan meallui pintu khusus , muai dari yang terdepan Hakim ketua diikuti oeh hakim anggota 1 dan kemudian hakim anggota II;
  11. Para pengunjung sidang , JPU,PH, terdakwa berangsur-angsur meninggalkan ruang sidang . apabila putusan menyatakan terdakwa tetap ditahan , maka pertama-tama yan meninggalkan ruang sidang adalah terdakwa dengan dikawal petugas.

B.    Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Perdata di Pengadilan Negeri

I.    Pembukaan Sidang
 
Majelis hakim membuka persidangan dengan menyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu dinyatakan tertutup untuk umum).

II.    Menghadirkan para pihak
  1.  Para pihak (penggugat dan tergugat) diperintahkan memasuki ruang sidang;
  2. Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demikian pula diperiksa surat ijin praktik dari organisasi advokat (jika dikuasakan kepada Advokat).

III.    Memberi kesempatan perdamaian kepada para pihak
  1.  Apabila kedua belah pihak lengkap maka diberi kesempatan untuk menyelesaikan dengan perkara secara damai (melalui mediasi);
  2. Majelis Hakim menawarkan apakah akan menggunakan mediator dari lingkungan PN atau dari luar (sesuai PERMA RI No.1 Tahun 2008);
  3. Apabila tidak tercapai kesepakatan damai, maka persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan oleh penggugat/kuasanya;
  4. Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian yang bertitel "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA."

IV.    Memberi kesempatan jawab menjawab kepada para pihak 
  1. Apabila tidak ada perubahan acara, selanjutnya jawaban dari tergugat; (jawaban berisi eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil, gugatan rekonvensi);
  2. Apabila ada gugatan rekonvensi tergugat juga berposisi sebagai penggugat rekonvensi;
  3. Replik dari penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia berkedudukan sebagai tergugat rekonvensi;
  4. Pada saat surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan ada gugatan intervensi (voeging, vrijwaring, toesenkomst).

V.    Putusan sela
 
Ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugat intervensi) sebelum pembuktian.

VI.    Pembuktian 
  1. Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi;
  2. Dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan saksi;
  3. Apabila diperlukan, Majelis Hakim dapat melakukan pemeriksaan setempat (tempat objek sengketa).

VII.    Pembacaan kesimpulan dari masing-masing pihak
 
Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada Para Pihak/Kuasanya untuk membacakan kesimpulan.

VIII.    Musyawarah majelis hakim
 
Majelis Hakim melakukan musyawarah dalam menentukan putusan terhadap perkara.

IX.    Pembacaan putusan

Isi putusan Majelis Hakim dapat berupa :
a.    Gugatan dikabulkan (seluruhnya atau sebagian);
b.    Gugatan ditolak, atau
c.    Gugatan tidak dapat diterima.

C.    Lafadz Sumpah Dalam Perkara Pidana dan Perdata

1.     Untuk saksi yang beragama ISLAM, petugas saksi rohaaniawan sumpah memegang kitab Al Qur’an di atas kepala yang diambil sumpah dan mengucapkan “ DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH, BAHWA SAYA TELAH/AKAN MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. APABILA SAYA TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, SAYA AKAN MENDAPAT KUTUKAN DARI TUHAN”.

2.    Untuk saksi yang beragama KATOLIK, saksi berdiri sambil mengangkatkan tangan sebelah kanan sampai setinggi telinga dan Merentangkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis serta mengucapkan: “ DEMI ALLAH, BAPAK, PUTRA DAN ROKH KUDUS, SAYA BERSUMPAH, BAHWA SAYA SEBAGAI SAKSI TELAH/AKAN MENERANGKAN DENGAN SESUNGGUH-SUNGGUHNYA DAN SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. JIKA SAYA BERDUSTA, SAYA AKAN MENDAPAT HUKUMAN DARI TUHAN.”

3.    Untuk saksi yang beragama PROTESTAN, saksi berdiri sambil mengangkatkan tangan sebelah kanan sampai setinggi telinga dan merentangkan jari telunjuk dan jari tengah sehingga merupakan bentuk huruf V serta mengucapkan: “DEMI ALLAH, BAPAK, PUTRA DAN ROKH KUDUS, SAYA BERSUMPAH, BAHWA SAYA SEBAGAI SAKSI TELAH/AKAN MENERANGKAN DENGAN SESUNGGUH-SUNGGUHNYA DAN SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. JIKA SAYA BERDUSTA, SAYA AKAN MENDAPAT HUKUMAN DARI TUHAN. SEMOGA ALLAH MENOLONG SAYA.”.

4.    Untuk saksi yang beragama HINDU DHARMA: “DEMI IDA SANGHYANG WIDI WASA SAYA BERSUMPAH, BAHWA SAYA TELAH/AKAN MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. APABILA SAYA TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, SAYA AKAN MENDAPAT KUTUKAN DARI TUHAN”.

5.    Untuk saksi yang beragama BUDHA: “DEMI SANGHYANG ADHI BUDHA SAYA BERJANJI, BAHWA SAYA SEBAGAI SAKSI TELAH/AKAN MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. JIKA SAYA BERDUSTA ATAU MENYIMPANG DARIPADA YANG TELAH SAYA UCAPKAN INI, MAKA SAYA BERSEDIA MENDAPATKAN KARMA YANG BURUK”.

6.    Untuk saksi yang memeluk aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa: “DEMI TUHAN YANG MAHA ESA SAYA BERJANJI, BAHWA SAYA TELAH/AKAN MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. APABILA SAYA TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, SEMOGA TUHAN YANG MAHA ESA AKAN MENDAPAT KUTUKAN KEPADA SAYA”.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan


Hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana. Proses penyelesaian perkara pidana tujuannya ialah agar pelanggar peraturan hukum atau pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya. Adapun tata cara praktek persidangan dalam perkara pidana meliputi : sidang pembukaan, sidang pembuktian, sidang pembacaan tuntutan, pembelaan, dan tanggapan-tanggapan, dan sidang pembacaan putusan. Sedangkan Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang membuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Fungsinya menyelesaikan masalah dalam mempertahankan kebenaran hak individu. Perkara perdata yang diajukan oleh individu untuk memperoleh kebenaran dan keadilan wajib diselesaikan oleh hakim dengan kewajaran sebagai tugasnya. Tata cara prakterk persidangan dalam perkara perdata meliputi : pembukaan sidang, menghadirkan para pihak, memberi kesempatan perdamaian kepada para pihak, memberi kesempatan jawab-menjawab kepada para pihak, putusan sela, pembuktian, pembacaan kesimpulan dari masing-masing pihak, musyawarah majelis hakim, dan pembacaan putusan.


DAFTAR PUSTAKA
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar