KARYA ILMIAH
“ SEMAKIN MENINGKATNYA KEJAHATAN TENTANG KESUSILAAN ”
Oleh
Nama
: SAPTO PRANOTO
NIM
: 021511649
Email;
Saptopranoto777@gmail.com
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Program studi Hukum
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2017
ABSTRAK
Dalam hukum pidana, banyak terdapat apa-apa saja yang
termasuk dalam perbuatan yang melanggar hukum atau yang dikenal dengan istilah
tindak pidana (delik). Dalam ilmu hukum menurut Pompe, fungsionaris dari hukum
pidana (materiel) yaitu “keseluruhan peraturan-peraturan hukum, yang menunjukan
perbuatan-perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana, ada dimana pidana
itu seharusnya terdapat.”
Dewasa ini tindak pidana semakin meningkat drastis seiring
dengan berbagai macam cara melakukan tindakan tersebut, baik dengan cara yang
halus maupun dengan cara kekerasan, menunjukan frekuensi yang tajam baik secara
kuantitas maupun kualitas. Hal ini dapat dilihat atau dibaca diberbagai media
massa. Peningkatan tindak pidana tersebut didapat tidak hanya dari kota-kota
besar yang peluang tindakan kejahatannya besar, namun di pedesaan-pedesaan juga
sudah sering kita temui. Salah satu yang paling menonjol yang sering terjadi
belakangan ini adalah tindak pidana kesusilaan, yaitu perkosaan, yang dilakukan
terhadap perempuan baik yang sudah dewasa maupun anak di bawah umur.
Tindak pidana perkosaan ini sangat membahayakan sekali
terhadap pergaulan masyarakat dan lingkungannya, karena akibatnya sangat luas. Tidak
saja memberi rasa malu terhadap sikorban, keluarga pun akan terkena dampak dari
perbuatan asusila itu. Bahkan dapat menghancurkan masa depan sikorban.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pesat membuat semua orang mesti lebih giat bekerja dalam mencari makan. Baik
denga cara yang baik maupun dengan yang buruk. Sehingga mampu merubah cara dan
pola tingkah laku seseorang dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Dimana
yang dulunya tindakan asusila itu dianggap tabu atau asing, sekarang sudah
dianggap biasa dan lumrah terjadi. Tak mengenal tempat, waktu maupun keadaan
kalau sudah menjadi kebiasaan buruk dengan cara apapun dilakukan.
Di samping itu tindak pidana perkosaan sangat bertentangan
dengan ajaran-ajaran yang terkandung dalam setiap agama yang ada di Indonesia,
serta dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam lingkungan adat istiadat.
Dalam budaya adat Indonesia, perkosaan adalah hal yang sangat sakral yang
apabila terjadi suatu wilayah, maka para pelaku biasanya akan di usir dari kampung.
bahkan bisa dirajam seperti yang biasa terjadi di kota Serambi Aceh, orang yang
melakukan perbuatan asusila akan dikenakan hukum cambuk sesuai
kebiasaan-kebiasaan adat yang telah ada sebelumnya. Sebab perkosaan selalu
menyangkut kehormatan seorang wanita yang sangat berharga, apabila kehormatan
itu tidak dapat dipertahankan sebelum menikah, maka hal ini menjadi aib yang
dapat mencemarkan nama baik keluarga bahkan lebih luas lagi terhadap lingkungan
masyarakat sekitar. Mengenai pelakunya saat ini tidak hanya tergolong kepada
kaum muda saja yang tingkat kriminal pergaulan bebasnya besar, namun tidak
jarang pelakunya dari kalangan tua. Dari kalangan bapak-bapak bahkan ada juga dari
kakek yang sudah tua masih sanggup melakukan tindakan perkosaan tersebut.
Kalau dilihat dari tata hukum kita, atau tata hukum
perundang-undangan yang khususnya terdapat dalam KUHP, tindak pidana perkosaan
ini diatur jelas dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia
di luar perkawinan diancam karena melakukan pemerkosaan dengan tindak pidana
penjara paling lama dua belas tahun”. Bahkan secara khusus diatur oleh
undang-undang Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu UU No 23 Tahun 2004
yang apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam hubungan keluarga. Seperti
seorang ayah memperkosa anak kandungnya sendiri yang diatur dalam Pasal 47
Undang-undang No 23 tahun 2004 dipidana paling singkat empat tahun dan paling
lama 15 tahun, dan atau denda paling sedikit Rp 12.000.000 atau paling banyak
Rp 15.000.000.
Para korban pemerkosaan inipun sangat dibutuhkan turut andil
dalam penyelesaian kasus pemerkosaan ini. Sebab pengakuan dan pengaduan korban
sangat dibutuhkan. Karena masih banyak korban yang enggan melaporkan dengan alasan
malu, bahkan telah berselang beberapa waktu lamanya baru ia laporkan. Tentu hal
itu mempersulit aparat penegak hukum dalam pemeriksaan kasus pemerkosaan
tersebut, sebab kemungkinan bukti-bukti atas perbuatan itu sudah kabur dan
tidak memiliki bukti yang otentik.
Akan tetapi tetap sulit memberantas “pekat” yang tiap tahun
selalu mengalami kenaikan yang cukup signifikan ini. Apa sebenarnya yang
melatar belakangai perbuatan tersebut, apakah daya kekuatan hukum kita yang
kurang bagus atau masih lemah, ataukah memang moral masyarakat kita yang sudah
hancur. Disini penulis mencoba meneliti bagaimana pandangan Bangsa Indonesia
dalam menyikapi kasus tindak pidana perkosaan sesuai dengan ideologi dan
falsafah bangsa Indonesia.
PERMASALAHAN
Kasus perkosaan yang terjadi tidak luput akibat faktor
pornografi dan pornoaksi yang kerap menghiasi layar kaca pertelevisian
Indonesia. Hampir tiap hari tayangan yang berbau porno dan adegan-adegan fulgar
yang terdapat dalam sinetron-sinetron ataupun film-film itu ditayangkan. Bangsa
Indonesia kini telah dilanda krisis multi dimensi. Kini semakin diperparah
dengan semakin maraknya porno aksi dan porno grafi yang dipertontonkan secara
vulgar di tengah-tengah masyarakat, ini mengakibatkan kebrobrokan moral generasi-generasi
bangsa Indonesia dan ini pula salah satu sebab mengapa maraknya kasus-kasus
kriminal berupa pemerkosaan atau pun pelecehan seksual di negeri tercinta kita
ini terjadi.
Akhir-akhir ini sangat marak sekali kasus pemerkosaan baik
pada wanita-wanita dewasa maupun anak-anak yang di bawah umur. Dan hal-hal ini
tidak hanya dilakukan oleh mereka-mereka yang awam atau tidak berpendidikan,
tapi hal ini pula banyak dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan, hal ini
mencerminkan betapa parahnya kebrobrokan moral di negeri ini. Perlu adanya
penanganan dan penelitian secara khusus tentang faktor-faktor yang menyebabkan
banyaknya kasus-kasus kriminal berupa pemerkosaan yang terjadi di bumi pertiwi
ini. Dalam hal ini alasan penyebab utama penyebab terjadinya pemerkosaan adalah
wanita, yakni wanita yang menggunakan baju-baju yang seronok yang mengundang
nafsu birahi bagi siapapun yang melihatnya, termasuk kaum lelaki, namun jika
ditinjau lebih jauh faktor-faktor penyebab terjadinya pemerkosaan bukan hanya
sebatas itu saja. Banyak faktor yang bisa didapati, antara lain pergaulan anak
muda yang saat ini sudah sangat tidak sewajarnya, mulai dari gaya berpakaian
yang sudah mulai meniru-niru gaya ala barat sana sampai gaya berpacaranpun
tidak ikut tertinggal untuk ditiru.
Tindak pidana pemerkosaan adalah suatu tindak pidana yang
dilakukan dengan sengaja atau disebut juga kesengajaan atau kehendak yang
dilakukan dengan sengaja. Menurut teori, kehendak kesengajaan adalah melakukan
suatu perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya. Jika seperti itu maka
perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, hal ini terdapat pada pasal 18 KUHP
Swiss.
Ketika kapan saja kita keluar rumah. Misalnya pergi ke
sebuah pusat pembelajaran atau tempat-tempat terkonsenralisasinya masa. Disana
banyak sekali wanita-wanita yang menggunakan baju-baju yang terbuka, hingga
siapapun yang melihatnya akan terangsang nafsu birahinya, ini mungkin salah
satu faktor penyebab terjadi pemerkosaan dan dalam hal lain yaitu maraknya
porno aksi dan porno aksi di negeri ini. Pihak-pihak yang mengeksploitasi
wanita sebagai subyek dari porno grafi maupun pun porno aksi dengan tujuan
mengeruk keuntungan material tanpa memikirkan dampak negatif bagi orang lain,
hal ini menyebabkan banyaknya orang yang ketika memuncak nafsu birahinya namun
tak tersalurkan maka besar kemungkinan terjadinya pemerkosaan dengan paksa dan
dengan kekerasan, bahkan tidak hanya itu bisa pula berawal dari pemerkosaan
hingga terjadi pembunuhan. Mungkin itulah faktor-faktor penyebab terjadinya
pemerkosaan secara garis besarnya.
Jika dikaitkan dengan kondisi sekarang yang ada di
Indonesia, maka tidak beda jauh dengan kondisi di Swiss tersebut. Para pelaku
pasar industri perteknologian, mereka tidak ragu-ragu untuk mengeksploitasi
wanita-wanita baik yang masih sekolah atau kuliah maupun yang tidak memiliki
pekerjaan, mereka memanfaatkan “wanita” tersebut demi meraih keuntungan
material yang berlipat. Bahkan mereka juga tidak segan-segan untuk menjual
gadis-gadis Indonesia ke luar negeri untuk dijadikan bahan pelepesan nafsu
bejat dari seorang laki-laki yang bejat. Berdasar data dari Associated Press
(AP), negara kita merupakan negara kedua setelah Rusia yang paling banyak
menebarkan Pornoaksi dan pornografi (PP) ini dikemukakan oleh Ketua Komite Indonesia
untuk Pemberantasan Pornografi, dan Pornoaksi (KIP3) Pusat, Juniawati T
Masjchun. Sekitar 90 persen tindak pidana pemerkosaan yang terjadi pada
masyarakat Indonesia dilatarbelakangi tontonan pornografi serta pornoaksi (PP)
dari berbagai media massa serta dari informasi massa lainnya.
Rintangan yang dihadapi dalam memerangi peredaran PP di
Indonesia di antarnya adalah sulitnya perwujudan regulasi, sehingga gerakan
penekanan serta nalar kritis masyarakat harus terus didorong sehingga menjadi
gerakan penyeimbang bagi penangulangan PP. Alasan-alasan sepihak diharapkan
tidak mendominasi wacana penanggulangan PP, karena pada setiap tindakan harus
didasari hati nurani, nilai kesopanan serta etika sosial harus dikedepankan
daripada wacana-wacana yang mengasumsikan perpecahan bangsa apabila UU PP itu
diwujudkan. PP juga sangat sering menjadikan perempuan sebagai objek seks,
katanya, padahal dalam setiap agama perempuan sangat dimuliakan, Kedudukan
seorang ibu lebih tinggi dari pada ayah.
Dengan kondisi permasalahan yang penulis buat di atas, maka
disinilah letak pentingnya sebuah hukum dalam kehidupan manusia yaitu untuk
mengatur segala perilaku manusia agar tercipta kehidupan yang nyaman. Dan agar
tercipta pula manusia atau masyarakat-masyarakat yang bermoral.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tindak Pidana dan
Unsur – unsurnya
Istilah tindak pidana adalah istilah dalam bahasa Indonesia
yang biasa dipakai untuk menterjemahkan istilah “strafbaar feit” atau “delict”
yang adadalam bahasa Belanda. Sedangkan istilah strafbaar feit itu sampai
sekarang masih belum ada pengertian yang secara kompleks. Banyak
sarjana-sarjana yang mendefenisikan dengan berbagai penafsiran, yaitu peristiwa
pidana, perbuatan pidana, pertanggung jawaban pidana dan lain-lain. Secara
garis besar pengertian tindak pidana yaitu perbuatan yang dilarang atau
diharuskan dalam Undang-undang, dan apabila dilanggar larangan atau keharusan
tersebut maka akan diancam dengan pidana dalam undang-undang.
Berdasarkan pengertian secara umum dari tindak pidana di
atas, maka syarat-syarat dari tindak pidana yaitu :
1.
Dilakukan oleh manusia ( manusia sebagai subjek hukum ).
2.
Terjadinya tindak pidana itu karena kesalahan ( schuld ) baik dalam bentuk
sengaja (dolus) maupun alpa (culpa).
3.
Dilakukan oleh dua orang yang dapat dipertanggung jawabkan.
4.
Adanya aturan yang tertulis (undang-undang) yang dilangggar.
Berdasarkan kutipan yang penulis dapatkan unsur-unsur yang
terkandung dalam suatu tindak pidana dari;
1. Prof.Satochid Kartanegara, S.H.,
berpendapat ;
Unsur-unsur tindak pidana itu terdiri dari :
a.
Unsur Objektif Unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat dari luar
manusia yang berupa:
- Suatu tindakan
- Suatu akibat (een, bepaald gejolk
)
- Keadaan ( omstedigheid )
b.
Unsur subjektif Unsur subjektif adalah subjektif dari perbuatan yang berupa :
- Dapat dipertanggung jawabkan
- Kesalahan ( schuld )
2.
Prof.Moeljatno, S.H berpendapat ;
Tiap –tiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur
lahir, oleh karena perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat yang
ditimbulkan karenanya, adalah suatu kejadian dalam bentuk lahir”.
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah
hukum pidana yang telah dikodifikasir, yaitu sebagian besar dari aturan-aturannya
telah di susun dalam satu kitab undang-undang (wet boek), yang dinamakan kitab
undang-undang hukum pidana. Hukum pidana di Indonesia mengatur segala tingkah
laku semua masyarakat Indonesia dengan rujukan untuk menciptakan kedamaian
keamanan dalam hal bergaul antara masyarakat satu dengan masyarakat yang
lainnya. Inilah pentingnya adanya hukum pidana beserta undang-undang agar semua
masyarakat yang hidup di negara ini merasa terlindungi dirinya, dan merasa aman
serta nyaman dalam bergaul ataupun melakukan segala aktivitas yang berkaitan
dengan orang banyak.
B. Tindak Pidana Perkosaan
Menurut Wirjono, kata perkosaan sebagai terjemahan dan
kualifikasi aslinya (Belanda), yakni verkrachting tidaklah tepat karena istilah
perkosaan tidak menggambarkan secara tepat tentang perkosaan menurut arti yang
sebenarnya dan kualifikasi verkrachting, yakni perkosaan untuk bersetubuh. Oleh
karena itu, menurut beliau kualifikasi yang tepat untuk Pasal 285 ini adalah
perkosaan untuk bersetubuh. Apabila rumusan perkosaan di atas dirinci, terdiri
dari unsur-unsur sebagai berikut.
a.
Perbuatannya; memaksa;
b.
Caranya; 1) dengan kekerasan;
2)
ancaman kekerasan;
c.
Objek; seorang perempuan bukan istrinya;
d.
Bersetubuh dengan dia; Dalam pengertian lain perkosaan tersebut berasal dari
kata “Perkosa” yang berati paksa, gagah , kuat, dan perkasa. Memperkosa berati
menundukan dengan kekerasan, menggagahi, melanggar (menyerang) dengan
kekerasan. Sedangkan pemerkosaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan
memperkosa; pelanggaran dengan kekerasan. Dapat diketahui bahwa pemerkosaan
memiliki unsur yang memaksa dengan kekerasan.
Definisi perkosaan sendiri masih rumit. Masih banyak
perbedaan pandangan tentang definisi perkosaan. Artinya bila laki-laki dengan
paksa memasukkan kemaluannya ke vagina perempuan dan meninggalkan sperma di
dalamnya, itu baru dinamakan pemerkosaan. Namun bila sesama jenis, homo, lesbi,
melakukan dengan paksa bukan pemerkosaan lagi, akan tetapi mengarah pada perbuatan
cabul. Intinya seorang laki-laki dengan agresifitas memaksa memasukkan
kemaluannya dan meninggalkan sperma di dalamnya, itu yang namanya diperkosa.
Kalau alat vitalnya sama dan sejenis dan dilakukan dengan paksa, itu perbuatan
cabul.
Dalam visi medis pun, seorang dokter juga tak akan dengan
mudah mengklaim pasien yang melapor kemudian diperiksa, telah atau baru saja
diperkosa. Dokter akan memeriksa vagina sang korban, apakah ada perobekan
didalam vagina--menurut searah jarum jam, misalkan jam 12.00, 09.00 atau 15.00 kemudian
dicari apakah ada luka-luka memar dalam tubuhnya. Dan bila ternyata dalam
vagina terdeteksi ada sperma yang tertinggal dan terjadi perobekan, dokter akan
mengeluarkan visum dengan kata-kata: pada diri pasien ini telah terjadi perobekan
akibat benda kenyal tumpul sebesar sekian dalam vagina dan tertinggal cairan
sperma disertai luka-luka memar di wajah atau badan, tanpa langsung memberikan
kesimpulan bahwa si korban telah diperkosa.
Pemerkosaan itu erat hubungannya dengan pemaksaan. Karena
pemerkosaan itu dilakukan dengan pemaksaan (dwingen).
Pengertian perbuatan memaksa (dwingen)
adalah perbuatan yang ditujukan pada orang lain dengan menekan kehendak orang
lain yang bertentangan dengan kehendak orang lain itu agar orang lain tadi menerima
kehendak orang yang menekan atau sama dengan kehendaknya sendiri. Cara-cara
memaksa di sini terbatas dengan dua cara, yaitu :
1.
Kekerasan (geweld)
2.
Ancaman kekerasan (bedreiging met geweld)
Dua cara memaksa itu tidak diterangkan lebih jauh dalam
undang-undang. Hanya mengenai kekerasan, ada Pasal 89 yang merumuskan tentang
perluasan arti dan kekerasan, yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya
disamakan dengan menggunakan kekerasan. Sedangkan ancaman kekerasan adalah
ancaman kekerasan fisik yang ditujukan pada orang, yang pada dasarnya juga
berupa perbuatan fisik, perbuatan fisik mana dapat saja berupa perbuatan
persiapan untuk dilakukan perbuatan fisik yang besar atau lebih besar yang
berupa kekerasan, yang akan dan mungkin segera dilakukan / diwujudkan kemudian
bilamana ancaman itu tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diinginkan pelaku.
a.d.1
Ada dua fungsi kekerasan dalam hubungannya dengan tindak pidana yang bersangkutan,
yaitu sebagai berikut;
a.
Kekerasan yang berupa cara melakukan
suatu perbuatan.
Kekerasan di sini memerlukan syarat
akibat ketidakberdayaan korban. Ada clausal verband antara kekerasan dengan
ketidakberdayaan korban. Contohnya kekerasan pada perkosaan, yang digunakan
sebagai cara dan memaksa bersetubuh. Juga pada pemerasan (Pasal 368), yang
mengakibatkan korban tidak berdaya, dengan ketidakberdayaan itulah yang
menyebabkan korban dengan terpaksa menyerahkan benda, membuat utang atau
menghapuskan piutang.
b.
Kekerasan yang berupa perbuatan yang dilarang dalam tindak pidana, bukan
merupakan cara melakukan perbuatan. Contohnya kekerasan pada Pasal 211 atau
212.
a.d.2
Ancaman kekerasan mengandung dua aspek penting, yaitu sebagai berikut;
1.
Aspek objektif, ialah wujud nyata dan
ancaman kekerasan yang berupa perbuatan persiapan dan mungkin sudah merupakan
perbuatan permulaan pelaksanaan untuk dilakukannya perbuatan yang lebih besar
yakni kekerasan secara sempurna; serta yang menyebabkan orang menerima
kekerasan menjaai tidak berdaya secara psikis, berupa rasa takut, rasa cemas
(aspek subjektif yang diobjektifkan).
2.
Aspek subjektif, ialah timbulnya suatu
kepercayaan bagi si penerima kekerasan (korban) bahwa jika kehendak pelaku yang
dimintanya tidak dipenuhi yang in casu bersetubuh dengan dia, maka kekerasan
itu benar-benar akan diwujudkan. Aspek kepercayaan mi sangat penting dalam
ancaman kekerasan sebab jika kepercayaan mi tidak timbul pada din korban,
tidaklah mungkmn korban akan membiarkan dilakukan suatu perbuatan terhadap
dirinya.
Perkosaan
itu juga dapat digolongkan menjadi beberapa tipe:
1.
Seductive rape
Yaitu perkosaan yang terjadi karena pelakunya merasa
teransang nafsu birahinya, bisa saja disebabkan oleh sesuatu yang dilihat yang
menggairahkan baginya, dan ini bersifat sangat subjektif. Biasanya tipe
perkosaan seperti ini terjadi pada mereka yang saling mengenal, misalnya pada
pacar, teman, atau orang-orang terdekat. Faktor pergaulan dan interaksi sosial
sangat berpengaruh pada perkosaan jenis ini.
2.
Sadistic rape
Yaitu perkosaan yang dilakukan secara sadis. Dalam tipe ini,
pelaku yang memperkosa bukannya mendapatkan kepuasan bersetubuh dengan korban, namun
karena perbuatan kekerasan yang dilakukan terhadap tubuh perempuan, terutama
organ genitalianya.
3.
Anger rape
Yaitu perkosaan yang dilakukan atas kesal dan marah
sipelaku. Perkosaan tipe ini biasanya disertai dengan tindakan-tindakan brutal
secara fisik. Disini pelaku tidak menghendaki kepuasan seks, melainkan
terlampiasnya rasa marah terhadap korban.
4.
Domination rape
Dalam tipe perkosaan ini, pelaku ingin menunjukan
dominasinya pada korban. Maksudnya pelaku ingin menguasai korban secara
seksual, tidak ada unsur-unsur kekerasan fisik yang jadi prioritas utama
pelaku. Dengan demikian pelaku dapat membuktikan pada dirinya bahwa ia berkuasa
atas orang-orang tertentu yang dapat ia perkosa. Misalnya; perkosaan yang
dilakukan majikannya terhadap pembantunya.
5.
Exploration rape
Perkosaan tipe ini terjadi karena ketergantungan korban
terhadap pelaku, baik secara ekonomi maupun sosial. Ibaratnya korban mempunyai
hutang budi pada pelaku. Dalam hal ini tanpa menggunakan kekerasan fisikpun
pelaku dapat memaksakan keinginan seksualnya pada korban. Misalnya ada sebuah
persetujuan dari korban dengan pelaku. Hal ini bukan karena adanya keinginan
seksual dari koran melainkan ada ketakutan apabila dipecat dari pekerjaannya.
Kalau kita menarik sejarah masa lampau, ada semacam dominasi
laki-laki sebagai manusia superior dibandingkan dengan kaum hawa yang notabene
lemah dan butuh perlindungan. Ini berkaitan dengan adanya budaya masyarakat
kita yang sangat male oriented, yang selalu melihat segalanya dari selera
laki-laki. Wanita secara kultural dilihat sebagai orang kedua. Dalam sesuatu
penilaian yang memuliakan atau meremehkan, laki-laki melihat wanita sebagai
obyek seks. Entah itu sebagai gundik atau selir. Bahkan sekarang istilah yang
paling memasyarakat munculnya para WIL (Wanita Idaman Lain).
Hal ini membuat wanita selalu dalam keadaan terancam baik
itu secara fisik atau secara psikologis. Dalam male culture Jawa, laki-laki
selalu memingit wanita atau sering disebut dengan pagar ayu. Di pedesaan Cina
tradisional, gadis sering tidak melihat suaminya sebelum perkawinan, karena
perkawinan diatur oleh orang tua. Sedangkan dalam Islam atau dalam tradisi
perkawinan Jawa, laki-laki diperbolehkan untuk menikah lebih dari satu sesuai
dengan syarat yang berlaku. Istri yang sudah ada, bisa diwayuh ( diduakan ).
Ini merupakan indikasi dari kekuatan atau superior laki-laki dibandingkan
perempuan. Artinya sisi lain sangat tabu sekali seorang perempuan menikah lebih
dari satu atau mempunyai laki-laki lebih dari seorang.
Bahwa pemerkosaan dimungkinkan terjadi karena adanya
benturan antara male oriented dengan kondisi wanita yang makin menjunjung
emansipasi. Di satu pihak wanita itu menjadi semakin bebas, wanita dalam
bertindak bertingkah laku sesuai dengan yang diinginkannya. Sementara di pihak
lain laki-laki tetap memandang wanita sebagai obyek, obyek dalam kehidupan dan
bisa juga dalam nafsu belakanya. Ini akhirnya bisa disinyalir sebagai pemicu
atau timbulnya kasus-kasus perkosaan.
Kalau kita melihat kasus perkosaan ini dalam segi kelas dari
masyarakat tertentu. Misalnya dalam masyarakat kelas menengah ke atas, mereka
sering membuat wanita sebagai objek seks atau pelampiasan nafsu, tapi masih
sesuai dengan hukum. Seperti melakukan poligami karena mereka sanggup untuk
membiayai istri lebih dari satu, atau kalau minat mereka tidak tersalurkan, mereka
juga sering ke cafe-cafe atau tempat hiburan malam guna mencari para pelacur.
Namun lain juga halnya sama masyarakat kelas menengah ke bawah, yang sering
melakukan perbuatan perkosaan itu dengan cara paksa.
Pada akhirnya masalah pemerkosaan seringkali dilihat dari
sisi dominasi laki-laki terhadap perempuan. Seperti juga yang tercantum dalam
hukum di Indonesia, bahwa pengertian perkosaan itu berlaku bila pelaku
perkosaan tersebut laki-laki dengan korban wanita.Dilakukan oleh laki-laki
dengan pelampiasan si wanita.
PENUTUP
Kesimpulan
Perbuatan perkosaan sangat bertentangan dengan idelogi
bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai harkat dan martabat setiap
manusia. Bahkan tertuang dalam sila ke-4 Pancasila yang berbunyi ”Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab”. Artinya setiap manusia (khususnya rakyat INDONESIA)
memiliki padangan dan derajat yang sama dalam negara yang dilindungi oleh
negara dengan berlandaskan hukum yang berlaku di negara kita.
Secara umum perkosaan di definsikan sebagai tindakan
kekerasan yang berakibat merugikan secara sepihak dan mengutungkan secara
sepihak juga. Bagi pihak yang dirugikan pada umumnya ada terletak pada kaum
hawa, sedangkan pihak yang mendapatkan keuntungan atau kesenangan dari pihak
yang tertindas adalah kaum laki-laki yang “bejat”.
Hakim juga dituntut untuk berbuat adil dan sesuai dengan
protap / SOP untuk menghakimi para pelaku perkosaan dengan berdasarkan
pertimbangan,seperti:
a)
Pelaku dikenakan pada pasal apa atau
undang-undang nomor berapa serta jenis tindakan kejahatan apa yang dia lakukan.
Dengan memperhatikan beberapa unsur yang bisa dijadikan acuan hukum.
b)
Tingkah laku dan atau keadaan pribadi
pelaku. Dengan melakukan perbandingan terhadap tindakan kejahatan yang dia
lakukan. Hal tersebut dapat diperhitungkan hukuman – hukuman yang paling setimpal
yang erat dengan tingkah lakunya.
c)
Memperhatikan alat bukti yang sah, sekurang-kurangnya
dua alat bukti dan barang bukti.
d)
Sikap terdakwa dalam persidangan. Ini
bisa juga dilihat dalam KUHAP
e)
Riwayat pelaku
f)
Dan yang terakhir keputusan dari hakim
itu sendiri.
SARAN
Di
sini penulis sebagai orang yang “baru” dalam dunia hukum tertutama dalam
lapangan hukum pidana berkeinginan memberikan saran-saran dalam mengatasi atau
mengurangi dampak dari tindakan perkosaan ini yaitu :
-
Dalam segi pengambil keputusan terutama
dalam lembaga kehakiman diharapkan yang menjadi hakim itu sendiri adalah orang
yang benar-benar mengerti dengan tindakan penyalahgunaan hak asasi manusia
untuk berbuat, berekspresi mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki. Di
sini hakim mesti bisa memberikan keputusan yang setimpal dengan jenis tindakan
yang dia lakukan. Dengan tidak berat sebelah dan diharapkan dengan keputusan
yang diberikan menjadi penyesalan yang besar bagi pelaku kriminal dan bisa
menjadi orang yang lebih baik kedepannya. Hukuman yang ringan dan tidak
memenuhi rasa keadilan akan membuat pencitraan yang negatif terhadap lembaga
Pengadilan.
-
Bagi korban perkosaan diharapkan bisa
memiliki kekuatan untuk menolak atau mencari peluang agar tidak terlaksana niat
buruk si pelaku. Dan apabila sudah mentok tidak bisa mengelak, kepada korban
juga diharapkan cepat-cepat melapor kepihak yang berwajib dalam hal ini
Kepolisian, jangan sampai kalau kasus tersebut sudah basi akan sulit juga bagi
penegak hukum untuk menyidik kasus itu.
-
Dengan melakukan tindakan antisipasi
dini. Masalah perkosaan adalah masalah kesempatan. Artinya jangan beri
kesempatan pada pemerkosa. Ada beberapa cara untuk menghindari perkosaan.
Paling tidak, wanita yang menjadi sasaran sedapat mungkin ada pihak yang
mendampingi saat bepergian sendiri, jangan menimbulkan rangsangan-rangsangan,
baik itu dalam bentuk perilaku, pakaian, atau gerakan, pada lawan jenisnya.
Terhadap anak-anak harus diajarkan untuk berteriak sekeras mungkin bila ada
orang yang “mengganggunya”. Yang paling mungkin pada wanita dewasa perlu
diingat bahwa meskipun alat “pemerkosa” itu disebut alat perusak, namun
sekaligus alat yang paling lemah. kalau mengetahui itu alat yang paling lemah,
saat akan diperkosa, ditendang saja dengan keras.
-
Dan yang terakhir. Sekuat-kuat apa hukum
yang diberikan kepada pelaku, sebagus-bagusnya tindakan antispasi dini dari
lembaga hukum, kalau memang dasar perilaku orang (pelaku) itu sudah buruk, dan
tidak mengenal agama. Maka dengan cara apapun nafsu buruk nya itu pasti dia
lakukan, meskipun nyawa menjadi tantangannya. Jadi sebagai warga negara yang
baik yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sangat diharapkan kesadarannya
akan dosa yang dia lakukan akibat perbuatan “pemerkosaan”. Karena walaupun
hukum di negeri kita hancur atau tidak tegas, maka dengan hukum yang kita
tegakkan dalam diri kita dengan selalu menjadi manusia yang taat pada penciptaNya,
taat pada tuhanNya, maka tindakan kejahatan terutama kasus perkosaan akan
berkurang dengan sendirinya, bahkan bisa lenyap sekalipun. Bisakah di negara
kita ini menjadi negara yang aman tanpa adanya unsur-unsur kekerasan ?? hanya
Tuhan dan waktu lah yang tahu.
DAFTAR
PUSTAKA
R. SUGANDHI, KUHP, Usaha Nasional,
Surabaya, 1980
R. SOESILO, KUHP, POLITEA, BOGOR,
1993
Moeljatno, KUHP, Bumi aksara,
jakarta, 1996
Ferli1982.wordpress.com/2013/03/05
tentang diversi dalam sistem peradilan anak
Candraboyseroza.blogspot.co.id/2009/11/permasalahan-mediasi,
www.hukumonline.com/home/acara-peradilan/pidana
www.kpai.go.id/hukum/undang -
undang - ri- no- 23- tahun- 2002-tentang peradilan anak,
hukum.unsrat.ac.id/uu/kolonial_kuh_perdata,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar