Sabtu, 09 April 2016

MAKALAH INTERPRESTASI DAN PENALARAN HUKUM




 







PERANAN INTERPRESTASI DAN PENALARAN HUKUM
DALAM RANGKA MENYELESAIKAN SUATU PERSELISIHAN





Disusun Oleh:

NAMA        : SAPTO PRANOTO
NIM            : XXXXXXXXX


UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ PURWOKERTO


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang
Hukum sebagai kaidah sosial, tidak berarti bahwa pergaulan antar manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum. Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam masyarakat selain dipedomani moral manusia itu sendiri, diatur pula oleh agama, oleh kaidah-kaidah sosial, kesopanan, adat istiadat dan kaidah-kaidah sosial lainnya. Antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya ini, terdapat hubungan jalin menjalin yang erat, yang satu memperkuat yang lainnya. Adakalanya hukum tidak sesuai atau serasi dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Latar Belakang Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Selain penalaran bagian dari penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif akan kita ketahui pada makalah ini serta bagaimana cara menarik simpulan dengan cara langsung dan tidak langsung.

  1. RUMUSAN MASALAH
1.    Apa pengertian penalaran itu ?
2.    Proposisi ?
3.    Inferensi dan Implikasi ?
4.    Apa yang dimaksud dengan berfikir deduktif dan induktif ?
5.    Peranan logika dalam hukum







BAB II
PEMBAHASAN


1.    Pengertian penalaran dan Interprestasi ( penafsiran )
Pengertian Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Interprestasi Dalam pengertian subyektif ,apabila ditafsirkan seperti yang di kehendaki oleh pembuat undang-undang.Dalam pengertian obyektif,apabila penafsiran lepas dari pada pendapat pembuat undang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.Dalam pengertian sempit(restriktif),yakni apabila dalil yang ditafsirkan di beri pengertian yang sangat di batasi misalnya;Mata uang (pasal 1756 KUH Perdata)pengertian hanya uang logam saja dan barang di artikan benda yang dapat dilihat dan di raba saja.dalam pengertian luas (ekstensif),ialah apabila dalilyang di tafsirkan di beri pengertian seluas-luasnya.Misalnya: Pasal 1756Perdata alinea ke-2 KUH Perdata tentang mata uang juga diartikan uang kertas.Penafsiran secara tata bahasa ,yaitu suatu cara penafsiran undang-undang menurut arti perkataan (istilah)yang terdapat dalam undang-undang yang bertitik tolak pada arti perkataan –perkataan dalam hubunganya satu sama lain dalam kalimat kalimat yang yang di pakai dalam undang-undang.dalam hal ini hakim wajib mencari arti kata-kata yang lazim di pakai dalam bahasa sehari-hari yang umum,oleh karena itu di pergunakan kamus bahasa atau meminta bantuan padapara ahli bahasa.





2.    Proposisi
Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah. Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni:
a)     Subyek, perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang, benda, tempat, atau perkara.
b)     Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek.
c)    Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat.
3.    Inferensi dan Implikasi
Inferensi adalah tindakan atau proses yang berasal kesimpulan logis dari premis-premis yang diketahui atau dianggap benar. Kesimpulan yang ditarik juga disebut sebagai idiomatik. Hukum valid inference dipelajari dalam bidang logika.Inferensi manusia (yaitu bagaimana manusia menarik kesimpulan) secara tradisional dipelajari dalam bidang psikologi kognitif ; kecerdasan buatan para peneliti mengembangkan sistem inferensi otomatis untuk meniru inferensi manusia. inferensi statistik memungkinkan untuk kesimpulan dari data kuantitatif.
Contoh
Inferensi dan Inkoherensi :
tidak ada definisi inferensi deduktif telah ditawarkan. definisi yang ditawarkan adalah untuk inferensi INDUKTIF. Filsuf Yunani didefinisikan sejumlah silogisme , bagian tiga kesimpulan yang benar, yang dapat digunakan sebagai blok bangunan untuk penalaran yang lebih kompleks. Kita mulai dengan yang paling terkenal dari mereka semua:
- Semua manusia fana
- Socrates adalah seorang pria
Oleh karena itu, Sokrates adalah fana



Pembaca dapat memeriksa bahwa tempat dan kesimpulan yang benar, tetapi Logika berkaitan dengan inferensi: apakah kebenaran kesimpulan mengikuti dari yang tempat?
Validitas kesimpulan tergantung pada bentuk kesimpulan. Artinya, kata “berlaku” tidak mengacu pada kebenaran atau kesimpulan tempat, melainkan dengan bentuk kesimpulan. Inferensi dapat berlaku bahkan jika bagian yang palsu, dan dapat tidak valid bahkan jika bagian-bagian yang benar. Tapi bentuk yang valid dengan premis-premis yang benar akan selalu memiliki kesimpulan yang benar. Sebagai contoh, perhatikan bentuk berikut symbological trek:
- Semua apel biru.
- Pisang adalah apel.
Oleh karena itu, pisang berwarna biru.
Pada dasarnya implikasi bisa kita definisikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi atas temuan hasil suatu penelitian. Akan tetapi secara bahasa memiliki arti sesuatu yang telah tersimpul di dalamnya. Di dalam konteks penelitian sendiri, implikasi bisa di lihat. Apabila dalam sebuah penelitian kita mempunyai kesimpulan misalnya "A", "Manusia itu bernafas". Maka "Manusia itu bernafas" yang kita sebut dengan implikasi penelitian. Untuk contohnya, dalam hasil penelitian kita menemukan bahwa siswa yang di ajar dengan metode "A" lebih kreatif serta memiliki skill yang lebih baik Dengan demikian dengan menggunakan metode belajar "A" kita bisa mengharapkan siswa menjadi lebih kreatif dan juga memiliki skill yang baik. Setelah itu perlu juga untuk dihubungkan dengan konteks penelitian yang telah kita bangun. Contohnya, sampelnya kelas berapa? seperti apa karakteristik sekolah? ada berapa sampel? dan lain-lainnya. Nah, memang sudah seharusnya implikasi penelitian di lakukan secara spesifik layaknya karakteristik di atas.

4.    Berfikir induktif dan deduktif
Induktif adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (W.J.S.Poerwadarminta,2006).

Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (Suriasumantri,2005).
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif. Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dan sebagainya.
deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian yang diturunkan dari pangkal- pikirnya.
·         SILOGISME
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan atau dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena melanggar peraturan X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut:
a. Barang siapa melanggar peraturan X harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan X.
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).





a)    Silogisme Kategorial
Silogisme Katagorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………M……………...P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)

b)    Hukum-hukum Silogisme Kategorial
1. Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan).
Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah (middle term), begitu juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan konklusinya.
5.    Pernan logika dalam hukum
Logika hukum adalah suatu jalan pemikiran tentang bagamana peraturan itu dibuat, dan ditemukan dalam bentuk peraturan dan penemuan hukum.



Kelsen memandang ilmu hukum adalah pengalaman logical suatu bahan di dalamnya sendiri adalah logikal (Scholten, 2003:5). Ilmu hukum adalah semata-mata hanya ilmu logikal. Ilmu hukium adalah bersifat logikal sistematikal dan historikal dan juga sosiologikal (Scholten, 2003:7).
Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalan tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh pembuatan pernyataan (propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning. Dalam arti luas, logika hukum berhubungan dengan aspek psikologis yang dialami hakim dalam membuat suatu penalaran dan putusan hukum. Logika hukum dalam arti sempit, berhubungan dengan kajian logika terhadap suatu putusan hukum, yakni dengan melakukan penelaahan terhadap model argumentasi, ketepatan dan kesahihan alas an pendukung putusan (Munir Fuady).

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Logika hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum atau penegak hukum. Mempunyai kompetensi untuk menerapkan atau pembentuk hukum selalu memperhatikan antara pertimbangan hukum dan amar putusan. Melakukan perumpamaan selama melakukan proses olah pikir dengan berargumentasi hukum akan memudahkan pemahaman.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian. Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, dan psikologis yang dialami hakim dalam membuat suatu penalaran dan putusan hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar